Latar Belakang Kedatangan Islam di Pulau Sumba
 
 Pulau Sumba, yang terletak di bagian selatan Nusa Tenggara Timur, memiliki sejarah panjang dalam penyebaran agama Islam. Kedatangan Islam ke Pulau Sumba tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan dan penyebaran agama yang dilakukan oleh para pedagang dan ulama dari berbagai daerah di Nusantara.
 
  
 Proses islamisasi di Sumba berlangsung secara bertahap dan damai, melalui interaksi sosial, pernikahan, dan kegiatan perdagangan. Para pendatang Muslim yang menetap di Sumba secara perlahan memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat setempat, sambil tetap menghormati budaya dan tradisi lokal yang telah ada.
 
 
Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Waikabubak
 
 Sejarah Pengadilan Agama Waikabubak dimulai sejak zaman pemerintahan Belanda, ketika kebutuhan akan lembaga peradilan yang menangani perkara-perkara keagamaan Islam mulai dirasakan oleh masyarakat Muslim di wilayah Sumba Barat.
 
 
Pada masa kolonial Belanda, pemerintah kolonial mengakui keberadaan hukum Islam sebagai bagian dari sistem hukum yang berlaku bagi penduduk pribumi yang beragama Islam. Hal ini mendorong pembentukan lembaga-lembaga peradilan agama di berbagai daerah, termasuk di wilayah yang sekarang menjadi Kabupaten Sumba Barat.
 
 
Penetapan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1958
 
 Tonggak sejarah penting dalam pembentukan Pengadilan Agama Waikabubak adalah dikeluarkannya Penetapan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1958. Penetapan ini menjadi dasar hukum formal bagi pendirian Pengadilan Agama Waikabubak sebagai lembaga peradilan yang berwenang menangani perkara-perkara perdata Islam di wilayah Sumba Barat.
 
 
Penetapan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk mengorganisir dan memperkuat sistem peradilan agama di seluruh Indonesia, sesuai dengan kebutuhan masyarakat Muslim yang tersebar di berbagai daerah.
 
 
Pendirian Definitif Tahun 1976 dan Pembangunan Gedung 1978
 
 Meskipun telah memiliki dasar hukum sejak 1958, Pengadilan Agama Waikabubak baru beroperasi secara definitif pada tahun 1976. Pendirian definitif ini menandai dimulainya operasional penuh lembaga peradilan agama di Waikabubak dengan struktur organisasi yang lengkap dan kewenangan yang jelas.
 
 
Dua tahun kemudian, pada tahun 1978, dibangunlah gedung khusus untuk Pengadilan Agama Waikabubak. Pembangunan gedung ini merupakan langkah penting dalam memberikan fasilitas yang memadai bagi pelayanan peradilan kepada masyarakat. Gedung ini menjadi simbol keberadaan dan komitmen pemerintah dalam menyediakan akses keadilan bagi masyarakat Muslim di Sumba Barat.
 
 
Pegawai Awal dan Perintis
 
 Dalam perjalanan awal Pengadilan Agama Waikabubak, dua tokoh penting yang menjadi perintis dan pegawai awal adalah H. Djamaludin Ismail, BA dan H. Hadi Sujuti, BA. Kedua tokoh ini memiliki peran yang sangat penting dalam membangun fondasi kelembagaan dan operasional Pengadilan Agama Waikabubak.
 
 
H. Djamaludin Ismail, BA, yang kemudian menjadi Ketua Pengadilan Agama Waikabubak yang pertama (1976-1986), memiliki dedikasi tinggi dalam membangun sistem peradilan agama yang profesional dan dapat dipercaya oleh masyarakat. Sementara H. Hadi Sujuti, BA, turut berkontribusi dalam membangun struktur administrasi dan operasional pengadilan.
 
 
Kehadiran kedua tokoh ini, dengan latar belakang pendidikan yang memadai (Bachelor of Arts), memberikan fondasi yang kuat bagi pengembangan Pengadilan Agama Waikabubak menjadi lembaga peradilan yang kredibel dan terpercaya hingga saat ini.